PKL MMTC: “Ini Satu-Satunya Mata Pencaharian Kami”

 

DSC08653
Foto karya Solikhin

Oleh: Yogi Zul Fadhli dan Idah Rosidah

Sekitar 60-an Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan halaman depan kantor Sekolah Tinggi Multi Media MMTC Jalan Magelang Km 6 Yogyakarta resah. Pedagang  terancam tidak dapat berdagang. Pihak MMTC mengeluarkan larangan kepada PKL untuk tidak berjualan lagi di wilayah kampus. Ini dilakukan karena pertimbangan keberadaan pedagang dianggap berdampak terhadap kebersihan dan keindahan lingkungan serta kelancaran lalu lintas. Selain itu MMTC sedang melakukan penataan dalam rangka penghijauan kota. Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima (PPKLJOM), Hery Widodo mengatakan alasan tidak diperbolehkannya pedagang berjualan lantaran di wilayah tersebut akan dibuat wisata kuliner terbesar di kota Yogya.

Selasa, 5 Juni 2012 sejumlah perwakilan PKL mengadukan permasalahan yang dihadapi ke LBH Yogyakarta. Mereka diterima Kadiv Ekosob Natalia Kristianto dan Kadiv Program dan Riset Ikhwan Sapta Nugraha. Dalam kesempatan itu Hery Widodo mengungkapkan, pada prinsipnya PKL tidak keberatan ditata tapi jangan dilarang untuk berjualan. “Ini adalah lahan kami mencari penghidupan, satu-satunya mata pencaharian. Kami hanya meminta kesempatan agar kami bisa mencari penghidupan, mencari pekerjaan,” tegasnya.

Paguyuban yang dipimpin Hery Widodo ini baru lahir sekitar satu tahun yang lalu.  Tujuan berdirinya paguyuban supaya PKL lebih terorganisir. Sebelum paguyuban terbentuk, keberadaan PKL di wilayah tersebut memang kerap diusir. Untuk mengatasi agar tidak diusir-usir lagi, sekitar 4-5 bulan lalu paguyuban melayangkan surat ke sejumlah instansi pemerintah termasuk kepada pihak MMTC, dan surat mendapat respon positif dari kecamatan.

Pada 16 Februari 2012 pedagang yang rata-rata berasal dari Sleman ini dipanggil ke MMTC dipertemukan oleh dinas terkait guna membahas ijin. Pertemuan tersebut tidak menghasilkan keputusan apapun, artinya tidak ada larangan maupun ijin untuk berdagang. “Namun dua bulan lalu -19 Maret 2012- ada surat yang dilayangkan kepada personal PKL untuk tidak berjualan di sekitar MMTC,” terang Hery Widodo.

Surat itu sudah membuat PKL MMTC was-was. Jika penggusuran tetap dilaksanakan maka telah terjadi pelanggaran hak untuk bekerja dengan layak untuk kemanusiaan, sebagaimana telah diatur dalam UUD 1945. Kewajiban hukum pemerintah adalah melindungi hak tersebut, bukan justru memberangusnya. PKL telah bermufakat menjadikan LBH Yogyakarta sebagai kuasa hukum mereka. “Kami setuju untuk menyerahkan kuasa ke LBH untuk memperjuangkan hak-hak kami selaku PKL MMTC,” tegas PKL siang itu di kantor LBH Yogyakarta.

Sekalipun tampak kecemasan di wajah para PKL, namun pedagang bersepakat untuk tidak terusik dan terus mencari nafkah. “Ayo teman-teman tetap semangat untuk berjualan, kita berjualan seperti biasa.”